
ORGANISASI nirlaba National Center for Missing and Exploited Children (NCMEC) melaporkan melonjaknya kasus eksploitasi seksual bujang selama pandemi dari 2, dua juta pada Maret 2020 menjelma 4, 2 juta pada April 2020.
Ketua Bidang Pemenuhan Hak Bani Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Reza Indragiri Amriel menyatakan, secara tingginya aktivitas anak di media sosial di masa pandemi, para predator punya incaran lebih banyak. Terlebih para predator anak yang tidak beroperasi sebagai lone wolf , tetapi dengan dalang international jejaring pedofil.
âPatroli polisi di dunia maya menetapkan lebih gencar untuk menangani peristiwa kekerasan seksual terhadap anak dalam dunia maya. Radarnya harus bertambah luas karena anak menghabiskan zaman lebih lama di internet & media sosial, â kata Reza kepada Media Indonesia, tadi suangi.
Peran orangtua juga di sini menjadi sangat penting. Reza mengingatkan para-para orangtua untuk lebih aktif buat mengendalikan perilaku anak dalam memakai media sosial.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan serta Perlindungan Anak (PPPA) belum periode ini juga merilis tingginya kasus kekerasan seksual, bahkan mendominasi peristiwa kekerasan pada anak sepanjang Januari-Juni 2020.
Merujuk data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA), telah terjadi 3. 087 k sus kekerasan terhadap bani, yang terdiri atas 1. 848 kasus kekerasan seksual, 852 kebengisan fisik, dan 768 psikis.
Dalam peristiwa kejahatan anak ( grooming) , sebut Asisten Deputi Pelestarian Anak dalam Situasi Darurat & Pornografi Kementerian PPPA Ciput Eka Purwianti, predator mendekati anak-anak melalaikan pesan langsung ( direct message ) di jalan sosial.
âUntuk mencegahnya, orangtua perlu melaksanakan kesepakatan dengan anak soal penerapan gawai, termasuk medsos, â imbuhnya.
Kejahatan serius
Koordinator Pembelaan dan Layanan Hukum ECPAT ( End Child Prostitution, Child Pornography, and Trafficking of Children for Sexual Purposes ) Indonesia Rio Hendra menuturkan karakter grooming mencari anak yang rentan dan mengumpulkan informasi tentangnya. Lalu, itu membangun komunikasi dengan anak itu.
Kala anak sudah merasa nyaman dengan pelaku, secara bertahap pelaku memajukan komunikasinya ke arah seksual. Supaya anak terhindar dari grooming, sebutan Rio, anak harus mampu menentang tegas dengan mengatakan tidak dan berdiskusi dengan orang terdekatnya bagaikan keluarga atau teman.
Pelecehan seksual kepada anak di dunia maya termasuk kejahatan serius di beberapa negara. Inggris, misalnya, telah memperkenalkan undangundang (UU) baru untuk menangani konten-konten yang berbahaya, termasuk eksploitasi budak dan terorisme.
Awal Juni lalu, Facebook, Microsoft, Google, Twitter , dan perusahaan teknologi lainnya bekerja bersama dengan inisiatif perdana yang disebut Project Protect untuk menyerang eksploitasi seksual anak di dunia maya. Kolaborasi tiga perusahaan teknologi itu dilakukan dengan mempertimbangkan lonjakan pengguna internet, yang pada 2020 telah mencapai 4, 5 miliar pengguna. (H-2)